Kesetaraan Gender dalam Pandangan Al-Qur’an dan Sosiologi
Oleh: Akhmad Ma’sum Rosyadi
Pendahuluan
Gender merupakan pemilahan peran antara perempuan dan laki-laki dalam
kehidupan sosial dan merupakan bagian dari budaya. Gender sendiri merupakan
kategori yang di berikan pada perbedaan laki-laki dan perempuan
mengenai,tingkah laku, pikiran, ruang, waktu, pendidikan, profesi, alat-alat
produksi dan alat rumah tangga.[1]
Ini merupakan perbedaan dari beberapa sisi antara laki-laki dan perempuan ada
kelebian dan juga kekurangan.
Laki-laki lebih cenderung
memiliki fisik yang kuat, sedangkan perempuan lebih lemah, laki-laki juga
mempunyai waktu yang luang untuk mencari pengalaman di luar, sedangkan perempuan
terbatasi, juga dalam pekerjaan laki-laki lebih berperan dalam berkarir karena
pendidikan laki-laki terkadang lebih tinggi di banding perempuan. Di masyarakat
pedesaan pendidikan perempuan biasanya lebih rendah di banding laki-laki karena
perempuan jika sudah menikah maka di rumah akan sibuk mengurusi pekerjaan rumah
tangga. Hal ini sudah menjadi budaya di masyarakat pedesaan. Hal ini
menimbulkan isu gender ketidak adilan
perbedaan laki-laki dan perempuan.
Di antara kelembutan Allah yang sangat agung kepada manusia adalah di
jadikannya syari’at Islam sebagai syari’at yang penuh dengan rahmat, kemurahan,
dan kemudahan.Islam di kenal dengan sifat rahmat, dan Islam akan tetap menjadi
rahmat bagi manusia pada segala keadaan, pada setiap waktu dan tempat.[2]
Allah mempunyai sifat adil dan lembut Islam merupakan ramat, maka di balik
semua kekurangan dan kelebihan itu ada maksut tersendiri yang harus di syukuri.
Namun dalam masyarakat yang mempunyai budaya, penentuan beban gender lebih
banyak dari faktor sosiologis atau peninjauan jenis kelamin, dan juga dari
perasionalisasian masalah-maalah di dalam pemaknaan hidup.
Dalam makalah ini,
kita akan membahas ayat Gender dalam perspektif sosiologi. Dalam hal ini,
bagaimanakah teori sosiologi mengulas ayat yang berkaitan dengan gender. Lalu,
apa saja yang dapat kita ketahui dari ulasan tersebut. Maka dari itu, kami
membuat makalah ini dan mencoba mengkaitkan antara ayat al-Quran dan teori
sosiologi.
Pembahasan
a.
QS.
al-Isra’ ayat 70
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Artinya:“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan”.
b.
Tafsir
Ayat
Dengan bersumpah
sambil mengukuhkan pernyataan-Nya dengan kata ( قد ) qad, ayat ini menyatakan
bahwa dan Kami, yakni Allah, bersumpah bahwa sesungguhnya telah
Kami muliakan anak cucu Adam dengan bentuk tubuh yang bagus, kemampuan
berbicara dan berpikir, serta berpengetahuan dan Kami beri juga mereka
kebebasan memilah dan memilih. Dan Kami angkut mereka di daratan dan di
lautan dengan aneka alat transport yang Kami ciptakan dan tundukkan bagi
mereka, atau yang Kami ilhami mereka pembuatannya, agar mereka dapat
menjelajahi bumi dan angkasa yang kesemuanya Kami ciptakan untuk mereka. Dan
Kami juga beri mereka rezeki dari yang baik-baik sesuai kebutuhan
mereka lagi lezat dan bermanfaat untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa
mereka dan Kami lebihkaan mereka atas banyak makhluk dari siapa yang
telah Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna. Kami
lebihkan mereka dari hewan dengan akal dan daya cipta sehingga menjadi makhluk
bertanggung jawab. Kami lebihkan yang taat dari mereka atas malaikat karena
ketaatan manusia melalui perjuangan melawan setan dan nafsu, sedang ketaatan
malaikat tanpa tantangan.[3]
c.
Teori
Rasionalitas
Rasionalitas merupakan salah satu teori
yang dicetuskan oleh Weber. Dalam mencetuskan teori ini, Weber terpengaruh oleh
kehidupan sosial budaya masyarakat Barat pada waktu itu.
Masyarakat
Barat pada waktu itu kondisi sosial budaya khususnya dalam segi pemikiran mulai
bergeser dari yang berpikir non rasional menuju ke pemikiran rasional. Rasionalisasi
adalah konsep induk yang melaluinya budaya mendefinisikan situasi-situasi
keagamaan, dan yang melaluinya sosiologi agama dapat memahami definisi-definisi
budaya untuk situasi-situasi tersebut.[4]
Menggunakan rasional untuk mengembangkan ilmu-ilmu atau sebuah konsep dasar
yang belum berkembang, sehingga dapat di
manfaatkan lebih berkembang sehingga dapat mencapai suatu prestasi. Rasionalisasi
yang di maksud weber yang bersifat intelektual, yaitu mengacu secara khusus ke
ide-ide eksistensi yang di dalamnya rasionalisasi meletakkan sejumlah kewajiban
pada manusia terkait perilaku yang seharusnya dalam menjalani hidup.[5]
Kemudian Herbert Marcuse berusaha
menjelaskan rasionalitas yang menguasai masyarakat industri maju ini diawali
dengan mengkaji pemikiran Weber sebagai tokoh yang mula-mula menerapkan konsep
rasionalisasi. Weber tidak memberikan suatu pandangan yang tunggal tentang
pengertian rasionalitas, namun Habermas (penerus Karl Mark) merangkum
pengertian rasionalitas menurut Weber ini dalam dua pengertian, yaitu: pertama,
perluasan bidang-bidang sosial dengan pengklarifikasian, penspesifikasian,pensistematisan
ide-ide intelektual di bawah norma-norma pengambilan keputusan yang rasional.
Kedua, industrialisasi kerja sosial yang mengakibatkan norma-norma tindakan
instrumental juga memasuki bidang kehidupan yang lain.
Perkembangan rasionalisasi
masyarakat juga berkaitan dengan pelembagaan ilmu dan teknologi ke dalam
segenap aspek kehidupan. Hal ini mungkin karena prestasi ilmu dan teknologi
yang ditunjukkan dalam masyarakat modern telah mampu menawarkan dan memenuhi
berbagai kebutuhan masyarakat. Kenyataan ini didukung oleh paham posistivisme
yang berpengaruh saat itu, yaitu kepercayaan pada kemampuan ilmu-ilmu alam
untuk menangani berbagai permasalahan dalam masyarakat. Jadi rasionalisasi
dalam pengertian Weber adalah proses meluasnya penggunaan rasionalitas ke dalam
segenap aspek kehidupan masyarakat.
Di sinilah dimensi rasionalisasi menyoroti pertama-tama sistematisasi pola
atau program bagi hidup secara keseluruhan, yang maknanya diberitakan lewat
konsep tentang eksistensi alam semesta, lalu kondisi manusia tempat tindakan
dilakukan.
d.
Analisis
Ayat-ayat
di atas mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan memberikan
ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan
karir profesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja.
Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama meraih prestasi
optimal. Namun, dalam kenyataan masyarakat, konsep ideal ini membutuhkan
tahapan dan sosialisasi, karena masih terdapat sejumlah kendala.
Salah satu obsesi al-Quran ialah
terwujudnya keadilan di dalam masyarakat. Keadilan dalam al-Quran mencakup
segala segi kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai
masyarakat. Karena itu al-Quran tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik
berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, dan kepercayaan, maupun
yang berdasarkan jenis kelamin. Jika terdapat suatu hasil pemahaman atau
penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur manusia,
maka hasil pemahaman dan penafsiran tersebut terbuka untuk di perdebatkan.
Dalam teori rasionalitas, kita ketahui bahwa
pemikiran masyarakat yang asalnya non rasional bergeser menjadi rasional. Hal
ini dilihat dari sebuah modernitas. Perkembangan rasionalisasi masyarakat
juga berkaitan dengan pelembagaan ilmu dan teknologi ke dalam segenap aspek
kehidupan. Hal ini mungkin karena prestasi ilmu dan teknologi yang ditunjukkan
dalam masyarakat modern telah mampu menawarkan dan memenuhi berbagai kebutuhan
masyarakat. Hal
ini maka gender tidak akan menghalangi seseorang untuk meraih prestasi. Jadi
siapapun bisa meraih prestasi atau menjadi mulia bukan karena gender, tetapi
karena hasil usaha yang telah dilakukan untuk mencapai suatu prestasi tersebut.
Kesimpulan
Rasional di gunakan untuk mengembangkan
ilmu-ilmu atau sebuah konsep dasar yang
belum berkembang, sehingga dapat di manfaatkan lebih berkembang sehingga
dapat mencapai suatu prestasi.
Pengertian rasionalitas menurut Weber
ini dalam dua pengertian, yaitu: pertama, perluasan bidang-bidang sosial
dengan pengklarifikasian, penspesifikasian,pensistematisan ide-ide intelektual
di bawah norma-norma pengambilan keputusan yang rasional. Kedua,
industrialisasi kerja sosial yang mengakibatkan norma-norma tindakan instrumental
juga memasuki bidang kehidupan yang lain.
Dalam pembahasan ayat ini jika di kaitkan dengan teori
rasionalitas maka tidak ada perbedaan peran gender dalam kehidupan, gender di
pandang dari usaha mereka untuk mencapai prestasi dari hasil rasional yang
mereka kemukakan.
Daftar
Pustaka
Shihab,
M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah. (Jakarta: Lentera Hati, 2002).
Yulianti, Yayuk. Sosiologi Pedesaan,(Yogyakarta:Lappera
Pustaka Utama,2003).
M.Sanusi, Dzulqarnain, Antara Jihad dan Terorisme,(Makassar,Pustaka
As-sunnah, 2011).
Santoso, Yudi,dkk, Sosiologi Agama Max
Weber, (Yogyakarta:IRCiSoD,2012).
0 komentar:
Posting Komentar