Jumat, 26 Mei 2017

KEBERKAHAN TRADISI MANGANAN WARGA DESA LEBAK JEPARA

KEBERKAHAN TRADISI  MANGANAN WARGA DESA LEBAK JEPARA
Akhmad Ma’sum Rosyadi
STAIN KUDUS Jawa Tengah Indonesia
el.rosyadi@gmail.com

Abstrak
Tradisi manganan merupakan runtutan awal acara sedekah bumi yang dilaksanakan setiap tahun di punden makam leluhur desa yaitu mbah madinah, tradisi ini di lakukan setiap tahun pada hari senin pahing setelah bulan dzulhijjah atau setelah idul adha. Tradisi ini sudah lama dilakukan secara turun temurun hingga sekarang masih dilestarikan, ratusan hewan ternak milik warga di bawa menuju ke punden mbah madinah hewan itu di bawa dari rumah dengan berjalan kaki untuk meminta keberkahan di punden. Penelitian ini menggunakan metode field research dan Library research,  metode filed research ini mewawancarai Mbah Nur Khasan yang merupakan sesepuh desa Lebak Kabupaten Jepara. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengupas bagaimana berjalannya tradisi Manganan di desa Lebak, yang mana apakah menyimpang dari syariat Islam atau tidak. Hasilnya, bahwa tradisi manganan desa Lebak adalah suatu tradisi yang sakral dan tradisi rutinan setiap tahun yang di yakini warga memberikan manfaat untuk masyarakat setempat.
Kata kunci : Berkah, Tradisi, Manganan.






A.    Latar Belakang
            Tradisi, merupakan kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam  suatu masyarakat dan masih di lestarikan sampai sekarang,  munculnya tradisi dari nenek moyang pastinya  juga memunculkan budaya , Secara umum kebudayaan merupakan istilah untuk segala hasil karya manusia yang berkaitan erat dengan pengungkapan bentuk. Kebudayaan merupakan wadah tempat hakikat manusia mengembangkan diri. Antara hakikat dan pengembangan diri (kebudayaan) tersebut terjalin  hubungan atau korelasi yang tidak dapat di pisahkan. Dalam perkembangannya kebudayaan sering di pengaruhi oleh banyak faktor seperti tempat, waktu, kondisi masyarakat, dan lain sebagainya sehingga lahirlah suatu bentuk kebudayaan  khusus, seperti kebudayaan  islam[1], kebudayaan jawa budaya sosial dan lainnya.
            Prilaku manusia juga mempengaruhi tradisi karena prilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan.[2] Prilaku merupakan reaksi atau sebuah respon seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar ataupun dari dalamnya, perilaku juga reaksi psikis terhadap lingkungannya. Dari batasan ini dapat diuraikan lagi bahwa reaksi manusia dapat berbentuk macam-macam, yang pada hakikatnya dibagi menjadi dua, yaitu dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau abstrak) dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkret). Respon masyarakat  mengenai tradisi manganan di desa lebak
Fenomena pluralitas kultural dan pemahaman agama menjadi menonjol dilihat dari manifestasinya dalam budaya. Hal penting yang berkenaan dengan dialektika agama dan pluralitas budaya lokal, perlu diperhatikan karakteristik budaya yang mencangkup wujud, isi dan unsur-unsurnya. Wujud budaya ada tiga, yaitu gagasan, aktivitas dan benda, ketiganya saling berkaitan. Menurut Koetjoroningrat yang dikutip oleh Zakiyuddin bahwa isi kandungan budaya ada tujuh, antara lain: bahasa, sistemtehnologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi dan kesenian[3]. Agama dan budaya lokal dipandang sebagai dua kekuatan yang menyatu dalam realitas sosial. Agama sebagai ajaran transendental atau --meminjam istilah Peter L Berger--ajaran-- langit mampu bersentuhan dan dipahami oleh umat manusia ketika ia mampu membumikan dirinya dalam realitas kultural. Dan, pada titik ini sebenarnya kebudayaan merupakan media yang menjembatani antara realitas langit (transendental) dengan realitas bumi.6
Penyatuan antara budaya lokal dan Islam merupakan penafsiran kembali atas kenyataan adanya Islam sebagai konsepsi realitas dengan islam sebagai realitas sosial. Dalam wacana antropologi dan sosiologi, kedua realitas tersebut dikenal dengan konsep dualisme agama (Islam), yaitu Islam tradisi besar (great tradition) dan tradisi kecil (little tradition) atau tradisi lokal (local tradition). Ernest Gellner menyebut kedua model tersebut dengan tradisi tinggi (high tradition) dan tradisi rendah (low tradition).[4]
Keberkahan, Berkah adalah tumbuh berkembang dan bertambah. Keberkahan merupakan tentara Allah yang di anugerahkan Allah kepada manusia yang hatinya dipandang baik oleh Allah, siapa yang hatinya penuh dengan kemungkaran tidak akan mungkin diberi keberkahan dalam segala aspek kehidupannya. Keberkahan tidak akan datang dengan maksiat dan sesuka hati manusia, Allah memberikan keberkahan kepada siapa yang di kehendaki.
Masyarakat desa Lebak Kabupaten Jepara pemeluk agama islam yang taat. Manganan ini merupakan acara selametan yang di laksanakan di punden desa yaitu makom sesepuh desa yaitu mbah madinah, tradisi ini dilaksanakan setiap hari senin pahing bulannya tidak tentu namun berpatokan setelah bodo besar  atau hari raya idul adha. Masyarakat berbondong-bondong datang ke punden dengan membawa ancak (Nasi dan lauk yang di taruh pada ceting atau tebok) untuk selametan bersama di punden desa, ada juga yang membawa hewan ternak mereka seperti : Sapi, Kambing, Kerbau. Mereka membawa hewan ternak yang biasanya dulunya terkena penykit atau mandul lalu pemilik hewan tersebut bernadzar apabila sembuh atau apabila sudah punya anak di ajak ke punden untuk nonton pertunjukan joget dan slametan manganan, dalam tradisi tersebut ada juga pertunjukan joget (tari) yang di iringi dengan gamelan bertujuan untuk hiburan, karena joget merupakan hiburan orang zaman dulu, lalu setelah jogt selesai dan masyarakat sudah kumpul maka acara slametan manganan di mulai, dengan tujuan mendoakan sesepuh desa, dan berdoa untuk masyarakat supaya di jauhkan dari bencana mendapat keberkahan dari Allah. percaya tradisi tersebut perlu di lestarikan untuk tolak balak.
Selametan  merupakan ritual sakral yang tertanam secara turun temurun. Tradisi manganan ini sudah ada sejak zaman dahulu yang bertempat juga di punden desa. Masyarakat mempercayai tradisi ini sebagai rasa syukur atas limpahan rizki yang di berikan Allah juga meminta keberkahan segalanya dan tolak balak segala bencana untuk warga desa Lebak. Melihat fenomena di atas lalu bagaimana tradisi manganan ini apakah masih tetap seperti dulu atau ada perubahan karena berkembangnya zaman?

B.     Pembahasan
a.      Pendekatan ilmu dalam Manganan
Kata manganan berasal dari bahasa jawa yaitu mangan yang berarti makan, Tradisi manganan berfungsi unuk menyatukan masyarakat untuk seguyub melestarikan suatu tradisi. Sikap ramah tamah di tindakkan dalam segi ucapan dan juga praktek tindakan.[5] Masyarakat berkumpul dalam satu tempat berdialog dengan bahasa yang santun memberikan informasi pada yang lainnya juga dengan sikap saling membantu keramahan dengan sikap dan saling berbagi untuk orang yang lebih membutuhkan. fungsionalisme adalah metodologi untuk mengeksplorasi saling ketergantungan. Dan fungsionalisme merupakan teori tentang proses kultural.[6]
Slametan merupakan esensi perwujudan agama Jawa. Slametan adalah simbol wujud bakti orang Jawa yang oleh Supadjar di sebut Pangestuti (abon-aboning panembah). Slametan  juga bagian dari sebuah pangestuti kawula kepada Gusti. Slametan di pandang sebagai tradisi abon-aboning penembah jati. Mulai dari tradisi kelahiran,hidup,sampai kematian, orang jawa kaya dengan selametan. Dalam konteks ini untuk menemukan harmonis dan ketentraman dunia yang dalam keyakinan Jawa merupakan cermin realitas suopranatural.[7]
Masyarakat mempercayai bahwa dengan mengadakan tradisi mangan ini guna untuk tolak balak karena suatu ketika dalam satu tahun tidak diadakan tradisi manganan juga sedekah bumi banyak hewan ternak masyarakat yang sakit dan ada juga yang mati secara tiba-tiba. Masyarakat berkeyakinan bahwa penyakit yang menyerang hewan ternak mereka merupakan akibat dari tidak di adakannya slametan manganan.

Dalam tradisi manganan kesenian joget (tari) yang merupakan hiburan ini masih di iringi dengan alat musik gamelan asli, tidak diganti dengan alat musik modern seperti saat ini. Penari joget lalu mengitari hewan ternak yang di nadzarkan oleh masyarakat dengan tujuan untuk memenuhi nadzar yang telah di ucapkan oleh pemilik hewan.[8]
Upacara ini menggunakan pendekatan antropologis-sosial. Pendekatan ini menekankan cara bagaimana kepercayaan dan khususnya ritus memperkuat ikatan-ikatan sosial tradisional di antara individu-individu. Pendekatan ini menekankan cara struktur sosial sebuah kelompok.


Simpulan
 Manganan berasal dari bahasa jawa yaitu mangan yang berarti makan, Tradisi manganan berfungsi unuk menyatukan masyarakat untuk seguyub melestarikan suatu tradisi yang telah ada sejak leluhur terdahulu, Dalam tradisi manganan terdapat kesenian joget (tari) merupakan hiburan ini masih di iringi dengan alat musik gamelan asli.
Masyarakat mempercayai bahwa dengan mengadakan tradisi mangan ini guna untuk tolak balak karena suatu ketika dalam satu tahun tidak diadakan tradisi manganan juga sedekah bumi banyak hewan ternak masyarakat yang sakit dan ada juga yang mati secara tiba-tiba. Masyarakat berkeyakinan bahwa penyakit yang menyerang hewan ternak mereka merupakan akibat dari tidak di adakannya slametan manganan.

Lampiran
1.      Filed note
Peneliti      : Akhmad Ma’sum Rosyadi
Lokasi       : Desa Lebak Kec.Pakis Aji Kab.Jepara
Waktu       : Sabtu, 13 Mei 2017 pukul 09.30 WIB
Narasumber : Mbah Nur Khasan (Sesepuh Desa Lebak)
Tema         : Tradisi manganan di Desa Lebak Kec.Pakis Aji Kab.Jepara
           
Penulis datang langsung ke rumah simbah Nur Khasan untuk mengajukan beberapa pertanyaan tentang tradisi manganan yang ada di punden desa Lebak. Kapan tradisi manganan itu di lakukan di punden? Lalu Mbah Nur Khasan menjawab :”Tradisi manganan di punden biasanya dilaksanakan setiap tahun pada hari Senin pahing, biasanya di laksanakan pada musim ketigo (kemarau) tepatnya biasanya setelah bodo besar (Hari raya idul adha), waktunya setelah dzuhur sampai sore”.
            Selanjutnya, bagaimana tanggapan masyarakat mengenai tradisi manganan? Mbah Khasan menjawab : “ masyarakat sangat antusias dalam tradisi ini, masyarakat berbondong-bondong ke punden membawa ancak (nasi dan lauk di taruh dalam sebuah wadah ceting atau tebok atau tumbu) di bawa ke punden dengan cara di pikul, biasanya ada juga masyarakat bernadzar dengan hewan ternak sapi,kerbau atau pun kambing ketika hewan itu sakit si pemilik hewan bernadzar jika sembuh nanti ketika ada acara manganan di punden akan di ajak untuk menonton joget( tari) di punden dengan cara dituntun (berjalan kaki).
            Selanjutnya, bagaimana kepercaayan masayrakat tentang tradisi manganan? Mbah Khasan menjawab :” masyarakat sangat percaya dengan adanya tradisi ini karena sudah ada sejak zaman leluhur dahulu, tradisi ini di percayai sebagai rasa syukur masyarakat dan mendoakan kepada leluhur  terdahulu”
            Lalu, apakah ada dampak jika tradisi ini tidak dilakukan? Mbah kahsan menjawab : “Pernah dahulu tidak diadakan tradisi ini, namun masyarakat beranggapan akibat dari tidak diadakannya tradisi manganan ini mengakibatkan hewan gternak mereka banyak yang sakit,bahkan ada juga yang mati.”


Daftar Pustaka
Drs. H. Rois Mahfud M.Pd., AL-ISLAM  Pendidikan Agama Iislam, Jakarta: Erlangga, 2011.
W. Sarlito Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Zakiyuddin Baidhawi dan Muthoharun Jinan (ed).  Agama dan Pluralitas Budaya Lokal. Surakarta: Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2003.
Drs. Joko Suryatno, Menjadi Muslim Kaffah, Mitra Pustaka : Yogyakarta, 2004.
David Kaplan,  Teori Budaya,  Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Prof. Dr. Suwandi Endraswara,  Agama Jawa, Narasi: Yogyakarta,2015.
Mbah Nur Khasan,  Wawancara, Jepara, 13 mei 2017.




[1]  Drs.H.Rois Mahfud, M.Pd.,AL-ISLAM  Pendidikan Agama Iislam, Penerbit Erlangga, 2011. hlm 185
[2]Sarwono, W. Sarlito, Psikologi Remaja, Jakarta:RajaGrafindo Persada ,2004. Hlm. 71.
[3]  Zakiyuddin Baidhawi dan  Muthoharun Jinan (ed). Agama dan Pluralitas Budaya Lokal. (Surakarta: Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2003), hlm. 28.
[4]  Ibid., hlm. 63.
[5] Drs. Joko Suryatno, Menjadi Muslim Kaffah, Yogyakarta: Mitra Pustaka,2004. Hlm. 8
[6] David Kaplan,  Teori Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, hlm. 77.
[7] Prof. Dr. Suwandi Endraswara, Agama Jawa, Yogyakarta: Narasi,2015. Hlm. 27.
[8] Mba Nur Khasan,  Wawancara, Jepara, 13 mei 2017.


www.stainkudus.ac.id

0 komentar:

Posting Komentar

www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com