Tafsir Ayat Kesehatan
Oleh: Akhmad Ma'sum Rosyadi
Pendahulan
Islam menetapkan tujuan
pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan
keturunan. Setidaknya tiga dari yang disebut di atas berkaitan dengan kesehatan.
Tidak heran jika ditemukan bahwa Islam amat kaya dengan tuntunan kesehatan. Paling
tidak ada dua istilah literatur keagamaan yangdigunakan untuk menunjuk tentang
pentingnya kesehatan dalampandangan Islam.
Dalam literatur
keagamaan, bahkan dalam hadis-hadis Nabi Saw. ditemukan sekian banyak doa, yang
mengandung permohonan afiat, di samping permohonan memperoleh sehat. Dalam
kamus bahasa Arab, kata afiat diartikan sebagai perlindungan Allah untuk
hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya. Perlindungan itu tentunya
tidak dapat diperoleh secara sempurna kecuali bagi mereka yang mengindahkan petunjuk-petunjuk-Nya.
Maka kata afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia
sesuai dengan tujuan penciptaannya[1]
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kandungan Surat Al-Baqarah ayat 222 ?
2.
Bagaimana kandungan Surat Al-An’am Ayat145 ?
A.
Haidh Kesehatan Wanita
Redaksi Ayat: Surat
Al-Baqarah ayat 222:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا
النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا
تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
"Haidh adalah suatu kotoran". Oleh karena itu, jauhilah istri pada
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat
dan menyukai orang yang menyucikan diri”(Al-Baqarah:222)
1.
Mufrodat
محيض :
tempat, atau waktu haid, atau haid itu sendiri.
يطهرن :
suci, berhenti dari haidnya
2.
Tafsir Ayat
Setelah turunnya ayat ini, Nabi SAW menyampaikan maksud
jawban Ilahi ini dengan menyatakan kepada para penanya dan seluruh umat Islam
“Lakukanlah segala sesuatu (yang selama ini dibenarkan) kecuali hubungan seks”
(HR.Muslim). Haid merupakan gangguan, haid mengakibatkan gangguan
terhadap fisik dan psikis wanita, juga terhadap pria. Secara fisik, keluarnya
darah yang segar, mengakibatkan gangguan pada jasmani wanita. Rasa sakit sering
kali melilit perutnya akibat rahim berkontraksi. Sisi lain, kedaangan tamu bulanan
ini mengakibatkan nafsu seksual wanita sangat menurun, emosinya seringkali
tidak terkontrol. Sel telur pun, dengan datangnya haid kelua serta belum ada
gantinya sampai beberapa lama setelah wanita itu suci, sehingga pembuahan yang
merupakan salah satu tujuan hubungan seks tidak mungkin akan erjadi pada asa
haid. Oleh sebb itu- lanjut ayat ditas hendaklah kamu menjauhkan diri
dari wanita, dalam arti tidak
bersetubuh, pada waktu mereka mengalami haid; atau pada tepat haid. Ini
berarti bahwa boleh mendekati asal bukan tempat haid, Nabi mengizinkan bercumbu
pada bagian atas bukan bagian bawah.
Penyebuta kata mahidh sekaligus untuk menggambarkan bahwa darah yang
keluar dari vagina wanita misalnya Istihadhah tidak selau menimbulkan gangguan yang sama
dengn yang dialami saat haid. Karena tu, jika wanita mengalami istihadhah maka wanita itu tetap diwajibkan untuk sholat.
Kapan hubungan seks dapat dilakukan? Kapan saja, tetapi
dengan syarat, Janganlah kamu mendekati mereka sebelum merka suci. Suci
dengan cara mandi yaitu setelah berhnti haidnya. Ayat ini ditutup dengan
firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai orang orang yang taubat dan menyukai
juga orang-orang yang bersungguh-sungguh menyucikan diri. Brtaubat adalah menyucikan diri dari kotoran
batin, sedangkan menyucikan diri dari kotoran lahir adalah mandi atau berwudlu.
Demikian pula penyucian jasmani dan rohani digabung oleh penutup ayat ini,
sekaligus memberi isyarat bahwa hubungan seks baru dapat dibenarkan jika haid
telah berhenti dan isteri telah mandi.[2]
B.
Makanan dan Minuman Untuk Kesehatan
Redaksi ayat: Surat
Al-An’am Ayat145
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ
طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ
لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ
بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: "Tiadalah aku
peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan
terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
1. Mufrodat
طعم : yang dimaksud adalah makanan dan tidak
mencakup minuman.
رجس : rijs atau kotoran mengandung makna yang
sangat luas, antara lain kotor lahir
maupun batin, dosa, pekerjaan yang tidak layak dilakukan dan yang mengarah
kepada risiko siksa.
2. Tafsir
Ayat
Tiadalah aku peroleh sampai saat ini dalam apa, yakni
wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu makanan yang diharamkan bagi
orang yang memakannya, baik lelaki maupun peempuan, menyangkut apa yang
kamu sebut diharamkan Allah dari binatang-binatang itu, kecuali kalau makanan
itu bangkai, yakni berembus nyawanya tidak melalui penyembelihan yang
dibenarkan syara’, atau darah yang sifatnya mengalir, bukan yang
mmbeku, seperti hati dan limpa, atau daging babi, karena sesungguhnya ia, yakni
babi atau semua yang disebut diatas adalah rijs, yakni kotor. Setelah
menyebut yang haram karena zatnya, ayt ini melanjutkan bahwa diharamkan juga atau
kefasikan, yakni perbuatan yang mengandung risiko keluar dari akidah yang
benar, seperti memakan binatang yang disebut selain nama Allah ketika
menyembelihnya, demikan juga mengingkari nikmat Allah dengan menyebut
selain-Nya sambil enggan menyebut nama-Ny. Allah memberikan kelonggaran kepada
manusia barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, yakni dalam kadan yang
mengakibatkan kmatiannya,karena amat sangat lapar atau sebab lainnya, sehingga
untuk menghindarinya tidak ada jalan lain kecuali harus memakan salah satu dari
makanan haram itu,sedang dia tidak menginginkannya, yakni tidak
memakannya, padahal ada makanan halal yang dapat dia makan, tidakpula memakanya
memenuhi keinginan seleranya dan tidak pula melampui batas, yakni
tidak memakannya dalam kadar melebihi kebutuhan menutup rasa lapar dan
memlihara jiwanya, maka Allah akan mengampuninya karena sesungguhya
Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
طعم yang dimaksud adalah makanan dan tidak
mencakup minuman, kata رجس rijs/kotoran mengandung makna
yang sangat luas, antara lain kotor
lahir maupun batin, dosa, pekerjaan yang tidak layak dilakukan dan yang
mengarah kepada risiko siksa. Ketika menjelaskan tentang kata itu dalam QS. Al-Ma’idah (3),
penulis mengemukakan kta mengandung juga arti kebobrokan moral dan keburukan budi pekerti. Tidak
dapat diragukan bahwa perasaan manusia dipengaruhi oleh kualitas makanan dan
kuantitasnya. Nah. Jika demikian, makanan dan minuman memiliki engaruh yang
besar bukan saja bagi jasmani manusia tetapi juga bagi perasaan jiwa manusia. Seungguhnya
ia rijs menunjukkan kepadasemua makanan yang diharamkan itu atau hanya kepada
babi.[3]
C.
Hubungan Penjelasan Ayat
Kesehatan, yang di ambil dari kata sehat dan Afiat. Keduanya
dalam bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat afiat. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesra, kata "afiat" dipersamakan dengan
"sehat". Afiat diartikan sehat dan kuat, sedangkan sehat (sendiri)
antara lain diartikan sebagai keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya
(bebas dari sakit).Tentu pengertian kebahasaan ini berbeda dengan pengertian dalam
tinjauan ilmu kesehatan, yang memperkenalkan istilah-istilah kesehatan fisik,
kesehatan mental, dan kesehatan masyarakat. Walaupun Islam mengenal hal-hal
tersebut, namun sejak dini perlu digarisbawahi satu hal pokok berkaitan dengan
kesehatan, yaitu melalui pengertian yang dikandung oleh kata afiat. Istilah
sehat dan afiat masing-masing digunakan untuk makna yang berbeda, kendati
diakui tidak jarang hanya disebut salah satunya (secara berdiri sendiri),
karena masing-masing kata tersebut dapat mewakili makna yang dikandung oleh
kata yang tidak disebut. Pakar bahasa Al-Quran dapat memahami dari ungkapan
sehat wal-afiat bahwa kata sehat berbeda dengan kata afiat, karena wawu
yang berarti "dan" adalah kata penghubung yang sekaligus menunjukkan
adanya perbedaan antara yang disebut pertama (sehat) dan yang disebut kedua
(afiat).[4]
Wawasan halaman 179
Atas dasar itu, dipahami adanya perbedaan makna di
antara keduanya. Dalam literatur keagamaan, bahkan dalam hadis-hadis Nabi Saw. ditemukan
sekian banyak doa, yang mengandung permohonan afiat, di samping permohonan
memperoleh sehat. Dalam kamus bahasa Arab, kata afiat diartikan sebagai perlindungan
Allah untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya. Perlindungan itu
tentunya tidak dapat diperoleh secara sempurna kecuali bagi mereka yang
mengindahkan petunjuk-petunjuk-Nya. Maka kata afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya
anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya. Kalau sehat diartikan
sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan, maka agaknya dapat dikatakan
bahwa mata yang sehat adalah mata yang dapat melihat maupun membaca tanpa menggunakan
kacamata. Tetapi, mata yang afiat adalah yang dapat melihat dan membaca
objek-objek yang bermanfaat serta mengalihkan pandangan dari objek-objek yang
terlarang, karena itulah fungsi yang diharapkan dari penciptaan mata.
Telah disinggung bahwa dalam tinjauan ilmu kesehatan dikenal berbagai
jenis kesehatan, yang diakui pula oleh pakar-pakar Islam. Majelis Ulama
Indonesia (MUI), misalnya, dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983
merumuskan kesehatan sebagai "ketahanan jasmaniah, ruhaniah, dan sosial
yang dimiliki manusia, sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan
(tuntunan-Nya), dan memelihara serta mengembangkannya." Memang banyak
sekali tuntunan agama yang merujuk kepada ketiga jenis kesehatan itu. Dalam
konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda Nabi Muhammad Saw.: Sesungguhnya
badanmu mempunyai hak atas dirimu. Demikian Nabi Saw. menegur beberapa
sahabatnya yang bermaksud melampaui batas beribadah, sehingga kebutuhan
jasmaniahnya terabaikan dan kesehatannya terganggu. Pembicaraan literatur
keagamaan tentang kesehatan fisik, dimulai dengan meletakkan prinsip: Pencegahan
lebih baik daripada pengobatan. Karena itu dalam konteks kesehatan ditemukan
sekian banyak petunjuk Kitab Suci dan Sunah Nabi Saw. yang pada dasarnya mengarah
pada upaya pencegahan. Salah satu sifat manusia yang secara tegas dicintai
Allah adalah orang yang menjaga kebersihan. Kebersihan digandengkan dengan
taubat dalam surat Al-Baqarah (2): 222: Sesungguhnya Allah senang kepada orang
yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri. Tobat
menghasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriah menghasilkan
kesehatan fisik.[5]
Begitu juga dengan makanan yang kita konsumsi juga mempengaruhi
kesehatan jasmani rohani, juga akhlak manusia, makanan yang halal akan
memunculkan ksehatn dan kejernihan hati dan memunculkan sifat yang baik.
Simpulan
Ketika wanita sedang haid maka tidak boleh di kumpuli, karena haid merupakan gangguan, haid mengakibatkan gangguan terhadap
fisik dan psikis wanita, juga terhadap pria. Secara fisik, keluarnya darah yang
segar, mengakibatkan gangguan pada jasmani wanita. Rasa sakit sering kali
melilit perutnya akibat rahim berkontraksi. Sisi lain, kedaangan tamu bulanan
ini mengakibatkan nafsu seksual wanita sangat menurun, emosinya seringkali
tidak terkontrol. Sel telur pun, dengan datangnya haid kelua serta belum ada
gantinya sampai beberapa lama setelah wanita itu suci, sehingga pembuahan yang
merupakan salah satu tujuan hubungan seks tidak mungkin akan erjadi pada asa
haid. Oleh sebb itu- lanjut ayat ditas hendaklah kamu menjauhkan diri dari
wanita, dalam arti tidak bersetubuh, pada
waktu mereka mengalami haid; atau pada tepat haid. Ini berarti bahwa boleh mendekati
asal bukan tempat haid, Nabi mengizinkan bercumbu pada bagian atas bukan bagian
bawah.
, sesuatu makanan yang diharamkan bagi orang yang memakannya, baik
lelaki maupun peempuan, menyangkut apa yang kamu sebut diharamkan Allah dari
binatang-binatang itu, kecuali kalau makanan itu bangkai, yakni berembus
nyawanya tidak melalui penyembelihan yang dibenarkan syara’, atau darah yang sifatnya
mengalir, bukan yang mmbeku, seperti hati dan limpa, atau daging babi, karena
sesungguhnya ia, yakni babi atau semua yang disebut diatas adalah rijs, yakni
kotor. haram karena zatnya, diharamkan juga atau kefasikan, yakni perbuatan
yang mengandung risiko keluar dari akidah yang benar, seperti memakan binatang yang
disebut selain nama Allah ketika menyembelihnya, demikan juga mengingkari
nikmat Allah dengan menyebut selain-Nya sambil enggan menyebut nama-Ny. Allah
memberikan kelonggaran kepada manusia barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, yakni
dalam kadan yang mengakibatkan kmatiannya,karena amat sangat lapar atau sebab
lainnya, sehingga untuk menghindarinya tidak ada jalan lain kecuali harus
memakan salah satu dari makanan haram itu,sedang dia tidak menginginkannya, yakni
tidak memakannya, padahal ada makanan halal yang dapat dia makan, tidakpula
memakanya memenuhi keinginan seleranya dan tidak pula melampui batas, yakni
tidak memakannya dalam kadar melebihi kebutuhan menutup rasa lapar dan
memlihara jiwanya, maka Allah akan mengampuninya karena sesungguhya Tuhanmu
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[1] M. Quraish
Shihab, Wawasan Al-Qur’an:Tafsir Maudhu’i atas pelbagai persoalan umat,E-book by.nazilhilmie@yahoo.com hlm 180
[2] M.Quraish
Shihab, Tafsir Al-misbah:Pesan,kesan dan kesersian Al-Qur’an, Lentera Hati:
Jakarta, 2002. Hlm 582-584.
[3] Ibid, hlm
705-709
[4] M. Quraish
Shihab, Wawasan Al-Qur’an:Tafsir Maudhu’i atas pelbagai persoalan umat,E-book by.nazilhilmie@yahoo.com hlm 179
0 komentar:
Posting Komentar